إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Artinya: Segala puji
bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan
petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan
keburukan amal kita. Barang siapa mendapat dari petunjuk Allah maka tidak
akan ada yang menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada
pemberi petunjuknya baginya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Ya Allah, semoga doa dan
keselamatan tercurah pada Muhammad dan keluarganya, dan sahabat dan siapa saja
yang mendapat petunjuk hingga hari kiamat.
Baiklah. Hari ini
Penulis terpanggil untuk menulis sedikit perasaan yang ingin diluahkan selama
ini kepada sekalian manusia khususnya orang perempuan. Dalam Al – Quran kaum
perempuan diumpamakan diciptakan oleh Allah swt melalui tulang rusuk Nabi Adam
a.s yang paling bengkok. Hadis Nabi Muhammaw saw:
Diriwayatkan oleh Abu
Hurairah RA, bahawa Rasulullah SAW bersabda:
إنَّ المرأةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ، لَنْ تستقيمَ لَكَ
علَى طريقَةٍ، فإِنَّ استمْتَعْتَ بِها استمتعْتَ بِها وبِها عِوَجٌ، وإِنْ ذهبْتَ
تقيمُها كسرْتَهَا، وكسرُها طلاقُها
Maksudnya:
“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk dan tidak dapat kamu luruskan
dengan cara bagaimanapun, jika kamu hendak bersenang-senang dengannya, kamu
dapat bersenang-senang dengannya dan dia tetap saja bengkok, namun jika kamu
berusaha meluruskannya, nescaya dia akan patah dan mematahkannya adalah
menceraikannya”. [Riwayat
Muslim, kitab Menyusui, bab Wasiat untuk wanita, no. hadis: 2670]
Kedudukan wanita
sebelum era kemunculan Islam mengalami situasi gelap kerana mereka tidak
mendapat kedudukan yang mulia namun setelah Islam tersebar di Jazirah Arab,
kaum wanita kemudian diangkat. Walaubagaimanapun, ada satu sikap kaum wanita
yang perlu diberi berkaitan dengan ghibah. Mereka sangat suka bercakap kerana
ini lah sifat semulajadi yang Allah ciptakan kepada mereka. Kaum perempuan
sangat cepat mendapat maklumat dan sangat cepat untuk menyebarkannya namun jika
maklumat yang disebarkan itu sahih maka ianya baik. Menurut kajian Profesor
Madya Dr. Sabitha Marican dari UUM wanita boleh bercakap sekurangnya 20 000
patah perkataan sehari. Orang lelaki pula hanya 7 000 sahaja. Ini merupakan bukti bahawa
orang perempuan sememangnya suka bercakap. Penulis teringat hadith
Nabi Saw:
َأُرِيتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ مَنْظَرًا كَالْيَوْمِ قَطُّ
أَفْظَعَ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ ، قَالُوا :
بِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ :
بِكُفْرِهِنَّ ، قِيلَ : يَكْفُرْنَ
بِاللَّهِ ، قَالَ : يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ
وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ كُلَّهُ ثُمَّ
رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ (رواه البخاري، رقم 1052)
“Saya
diperlihatkan neraka. Saya tidak pernah melihat pemandangan seperti hari ini
yang sangat mengerikan. Dan saya melihat kebanyakan penghuninya adalah para
wanita. Mereka bertanya, ‘Kenapa wahai Rasulallah? Beliau bersabda, ‘Disebabkan
kekufurannya.' Lalu ada yang berkata, 'Apakah kufur kepada Allah?' Beliau
menjawab, ‘Kufur terhadap pasangannya, maksudnya adalah mengingkari
kebaikannya. Jika anda berbuat baik kepada salah seorang wanita sepanjang
tahun, kemudian dia melihat anda (sedikit ) keburukan.. Maka dia akan
mengatakan, ‘Saya tidak melihat kebaikan sedikitpun dari anda.” (HR.
Bukhari, no. 1052)
Hadis di atas merupakan
bukti bahawa penghuni neraka majoritinya kaum perempuan kerana kederhakaan
mereka terhadap suami mereka tapi tidak mustahil juga disebabkan dosa ghibah
yang dilakukan oleh mereka. Dosa ghibah disebut dalam Al - Quran. Lihat ayat di
bawah:
وَلاَ يَغْتِبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ
أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ
تَوَّابٌ رَحِيْمٌ
“Dan
janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang
dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati, pasti kalian
membencinya. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah, sungguh Allah Maha Menerima
taubat dan Maha Pengasih”. [Al Hujurat
:12]
Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah menyamakan mengghibah saudara kita dengan memakan daging saudara (yang
dighibahi tadi) yang telah menjadi bangkai. Hal ini sangat dibenci oleh jiwa
manusia kerana manusia tidak akan sesekali memakan daging saudaranya apalagi
dalam keadaan bangkai dan tidak bernyawa. Begitulah sepatutnya kalian membenci
ghibah dan memakan dagingnya dalam keadaan hidup”.
DEFINISI GHIBAH
Ghibah sebagaimana
telah jelas pengertiannya yang terdapat dalam sebuah hadits riwayat Muslim,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ
أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ
كَانَ فِيْ أَخْيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ،
وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “’Tahukah kalian
apa itu ghibah?’ Lalu sahabat berkata: ‘Allah dan rasulNya yang lebih tahu’.
Rasulullah bersabda: ‘Engkau menyebut saudaramu tentang apa yang dia benci’.
Beliau ditanya: ‘Bagaimana pendapatmu jika apa yang aku katakan benar tentang
saudaraku?’ Rasulullah bersabda: ‘jika engkau menyebutkan tentang kebenaran
saudaramu maka sungguh engkau telah ghibah tentang saudaramu dan jika yang
engkau katakan yang sebaliknya maka engkau telah menyebutkan kedustaan tentang
saudaramu”. (HR. Muslim no. 2589)
Hal ini juga telah
dijelaskan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu‘anhu.
عَنْ حَمَّاد عَنْ إبْرَاهِيْمَ قَالَ : كَانَ اِبْنُ مَسْعُوْدٍ
يَقُوْلُ : الْغِيْبَةُ أَنْ تَذْكُرَ مِنْ أَخِيْكَ مَا تَعْلَمُ فِيْهِ. وَإِذَا
قُلْتَ مَا لَيْسَ فِيْهِ فَذَاكَ الْبُهْتَانُ
“Dari
Hammad dari Ibrahim, dia berkata: Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata
:”Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada saudaramu dan jika
engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan”
HUKUM GHIBAH
Ghibah adalah perkara
yang diharamkan sebagaimana dalam firman-Nya, Allah telah melarangnya
sebagaimana dalam kaedah ushul fiqh bahwa lafadz larangan asalnya menghasilkan
hukum haram. Firman Allah ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا اجْتَنِبُوْا كَثيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثمٌ ۖ وَلَا
تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمُ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُم أَنْ يَأكُلَ
لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ۚ وَاتَّقُوْا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوّابٌ
رَحيمٌ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak prasangka. Sesungguhnya sebagian
prasangka itu dosa. Janganlah kamu mencari kesalahan orang lain dan jangan di
antara kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah di antara kalian suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? tentu kalian akan merasa jijik.
Bertakwalah kalian pada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat dan Maha
Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12)
Ibnu Katsir menjelaskan
dalam Tafsirnya bahwa pada ayat ini terdapat pelarangan dari perbuatan ghibah.
Penjelasan hal tersebut sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah yang telah
disebutkan sebelumnya.
Ghibah tetap haram,
baik itu sedikit atau banyak sebagaimana dijelaskan dalam Sunan Abu Dawud
(4875), diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu
‘anha, beliau berkata:
حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَ كَذَا. قَالَ غَيْرُ
مُسَدَّدٍ تَعْنِيْ قَصِيْرَةً. فَقَالَ : لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ
الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ.
“Wahai
Rasulullah, cukuplah menjadi bukti bagimu kalau ternyata Shafiyah itu memiliki
sifat demikian dan demikian.” Salah seorang periwayat hadits menjelaskan maksud
ucapan ‘Aisyah, yaitu bahwa Shafiyah itu orangnya pendek. Oleh karena itu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh engkau telah mengucapkan
sebuah kalimat yang seandainya dicelupkan ke dalam lautan maka niscaya akan
merubahnya”. Hadits ini dishahihkan
Al Albani dalam Shahih Abu Dawud.
CARA MENGHINDARI GHIBAH
1)
Mengingat bahwa semua amalan akan dicatat termasuk
ucapan
Kita harus sedar bahwa
segala sesuatu apa yang telah kita ucapkan semuanya akan dicatat dan akan dipertanggungjawabkan
oleh Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana Allah berfirman yang artinya:
ما يَلفِظُ مِن قَولٍ إِلّا لَدَيهِ رَقيبٌ عَتيدٌ
“Tiada
suatu ucapan apapun yang diucapkan melaikan ada didekatnya malaikat pengawas
yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)
2)
Mengingat ‘aib sendiri yang lebih seharusnya diperhatikan
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu‘anhu, ia berkata,
يبصر أحدكم القذاة في أعين أخيه، وينسى الجذل- أو الجذع
– في عين نفسه
“Salah
seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya, tetapi dia
lupa akan kayu besar yang ada di matanya.”
[semut di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tak nampak, pen]
(Az-Zuhd war Raqaiq Ibnul Mubarak, 211)
3)
Anggap diri kita lebih rendah dari orang lain
‘Abdullah Al Muzani
mengatakan,
إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر،
فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو ير مني، وإن كان أصغر
منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً
من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك.
“Jika
iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya,
maka perhatikanlah. Jika ada orang lain yang lebih tua darimu maka seharusnya
engkau katakan: “Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal shalih
dariku maka ia lebih baik dariku.” Jika ada orang lainnya yang lebih muda
darimu maka seharusnya engkau katakan, “Aku telah lebih dulu bermaksiat dan
berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia
sebenarnya lebih baik dariku.”
Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang
lebih tua atau yang lebih muda darimu”. (Hilyatul Auliya, 2/226)
Walaubagaimanapun,
ghibah dibenarkan dalam Islam dalam beberapa keadaan beradasarkan nukilkan
pandangan Imam al-Nawawi sebagaimana yang dinyatakan di dalam kitabnya.
Mengumpat yang dibenarkan dengan tujuan yang sahih dan syar’i yang mana tidak
akan dikecapi melainkan dengannya, terdapat enam jenis:
§ Membuat aduan apabila dizalimi kepada sultan atau hakim.
§ Membantu dalam menentang perkara yang munkar dengan tujuan mengembalikan pelaku maksiat ke jalan yang benar.
§ Menceritakan kepada mufti bagi tujuan fatwa.
§ Mencegah umat Islam daripada sesuatu keburukan serta menasihati mereka seperti mereka mengambil ilmu daripada bukan ahlinya.
§ Menceritakan perihal orang yang melakukan dosa secara terang-terangan.
§ Menyebut sesuatu sifat yang telah makruf (diketahui) kepada diri seseorang itu seperti bisu atau buta dan sebagainya. Akan tetapi, jika mampu memanggilnya dengan panggilan yang lain adalah lebih baik dan haram memanggil panggilan-panggilan tersebut dengan niat menghina.
P/S: Di sini penulis ingin menambah ghibah yang dibenarkan dalam Islam ialah menceritakan tentang perilaku dan kelakuan perawi hadis untuk mendapatkan hadis yang sahih demi menjaga agama Islam yang murni.
§ Membuat aduan apabila dizalimi kepada sultan atau hakim.
§ Membantu dalam menentang perkara yang munkar dengan tujuan mengembalikan pelaku maksiat ke jalan yang benar.
§ Menceritakan kepada mufti bagi tujuan fatwa.
§ Mencegah umat Islam daripada sesuatu keburukan serta menasihati mereka seperti mereka mengambil ilmu daripada bukan ahlinya.
§ Menceritakan perihal orang yang melakukan dosa secara terang-terangan.
§ Menyebut sesuatu sifat yang telah makruf (diketahui) kepada diri seseorang itu seperti bisu atau buta dan sebagainya. Akan tetapi, jika mampu memanggilnya dengan panggilan yang lain adalah lebih baik dan haram memanggil panggilan-panggilan tersebut dengan niat menghina.
P/S: Di sini penulis ingin menambah ghibah yang dibenarkan dalam Islam ialah menceritakan tentang perilaku dan kelakuan perawi hadis untuk mendapatkan hadis yang sahih demi menjaga agama Islam yang murni.
No comments:
Post a Comment
Hmm, komen yang murni-murni saja ya